Bawang naik, cabai
ikut naik, rakyat tercekik
Bawang merupakan salah satu bahan inti dari suatu makanan baik bawang
putih maupun bawang merah khususnya pada makanan tradisional misalkan saja soto
Banjar. Jika bahan di kurangi bahkan tidak di masukkan pada masakkan soto pasti rasanya berbeda bahkan
tidak enak seperti sebelumnya.
Saat ini harga bawang melonjak naik, yang sebelumnya harga bawang putih dan
bawang merah berada di kisaran Rp. 16-18 ribu/kg sekarang menjadi Rp. 48-72
ribu/kg bahkan di beberapa daerah ada yang sampai Rp. 100 ribu/kg. Yang
biasanya mahasiswa dapat membeli Rp. 3.000/ons bawang untuk berpuluh kali
masak, sekarang untuk sampe berpuluh kali tidak sampai.
Di saat bawang putih dan merah mengalami naik turun harga dalam artian
belum stabil, kinipun cabai mengalami kenaikkan harga yang mencapai Rp. 100-120
ribu/kg. Kenaikkan bahan dapur dimana-mana, dimana peran pemerintah untuk
mangatasi semua ini. Pemerintah harus bertindak cepat dan tegas mengatasi semua
ini. Menurut UU No 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura BAB III (Perencanaan
Hortikultura) pasal 5(ayat 2) menyebutkan bahwa Perencanaan hortikultura
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan (a) pertumbuhan penduduk
dan kebutuhan konsumsi.
Data produksi bawang putih, bawang merah,dan cabai menyebutkan bahwa produksi
tahunan bawang merah di Indonnesia sekitar 1.050.000 ton, kebutuhan konsumsi
dan pabrikan dalam negeri sebesar 935.000 ton, sehingga terjadi surplus 115.000
ton. Untuk cabai produksinya sekitar 1.378.000 ton., kebutuhan dalam negari
kita sebesar 800.000 ton, sehingga untuk cabai terjadi surplus 578.000 ton.
Dari data tersebut agaknya Indonesia telah “swasembada” bahkan berlebih produk
bawang merah dan cabai.
Menurut saya secara garis besar, terjadinya masalah ini karena kurangnya
peran pemerintah terhadap 3 faktor, yakni faktor alokasi, faktor distribusi,
serta faktor stabilisasi.
Faktor alokasi, alokasi harus dapat di jalankan oleh tiga elemen yakni
pasar, negara-negara, dan organisasi negara. Dimana pasar adalah pusat
perekonomian terjadi, negara yang mengontrol dan organisasi negara yang
mendukung. Pemerintah mengawasi harga di pasar agar terkendali, jangan sampai
membiarkan harga bawang dan cabai melambung tinggi yang dinaikkan oleh pihak
penjual perusahaan swasta. Memberantas
praktek-praktek terlarang, seperti penipuan, penimbunan, monopoli, menetapkan
harga seenaknya, dan penyalah fungsian pasar lainnya dengan memberikan sanksi
yang berat dan tegas.
Faktor distribusi, pemerintah harus murunkan atau mensubsidi biaya
sarana produksi pertanian dan memperbaiki infrastruktur distribusi hasil panen.
Misalkan bawang, menyediakan lumbung bawang agar bawang tahan lama dan bawang
selalu ada di pasaran. Tingginya biaya produksi dan biaya angkut saat ini
dinilai sebagai pemicu utama meningkatnya kenaikkan harga ini. Diperlukan
penerapan sanksi yang tegas bagi pelaku peredaran produk illegal serta
pengawasan atauran yang kuat.
Faktor stabilitasi, pemerintah harus menjaga keharmonisan dengan
rakyatnya dengan memberikan rasa aman, harga-harga murah, kebutuhan masyarakat
tersedia, hukum-hukum di tegakkan, terciptanya keadilan, berkurangnya
kesenjangan sosial, dan terciptanya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Tambahan lagi dalam jangka panjang, pemerintah perlu menghentikan impor
pangan pada produk yang bisa dihasilkan di dalam negeri seperti bawang,
buah-buahan, sayur-sayuran, dan sebagainya. Sebab, impor bahan pangan hanya
akan menguntungkan satu pihak seperti para spekulan dan komprador penjual. Di
sisi lain, negara dengan penduduk lebih dari 100 juta orang, tidak mungkin bisa
maju, jika kebutuhan pangannya tergantung pada impor. Negara perlu segera
menjadikan sektor pertanian sebagai sumber
kekuatan ekonomi nasional. Dan semoga Indonesia menjadi negara yang maju
dari aspek ekonomi, politik, dan moral individunya lebih baik.