Penghargaan Tidak
Berbanding Lurus Dengan Kesejahteraan
Miftahu Rahmah
Mahasiswi IAIN
Antasari Banjarmasin
Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam
Versi Kalimantan Post
Jum'at, 21 Juni 2013
Akhir Mei
lalu Presiden Indonesia mendapatkan penghargaan World
Statesman Award dari organisasi
nirlaba Appeal of Conscience Foundation (ACF).
Mendapatkan
perhargaan berarti berhasil melakukan yang terbaik, sebagai pemimpin berarti
mampu menjaga kesejahteraan rakyat. Namun kenyataannya, pada
2 Januari 2013, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan data kemiskinan terbaru
di negara kita.
Menurut
BPS, jumlah penduduk miskin per September 2012 mencapai 28,59 juta orang (11,66
persen), menurun dibanding Maret 2012 yang tercatat 29,13 juta orang (11,96
persen). Atau terjadi penurunan sebesar 0,54 juta atau 540.000 orang.
Kita
masih bersyukur, karena presentase kemiskinannya menurun dari tahun sebelumnya.
Tapi masih banyak juga warga negara Indonesia berada di bawah garis kemiskinan,
sudah miskin di bawah pula, berlipatganda melaratnya.
Melarat
paling parah yang dialami saat ini adalah melarat kepercayaan rakyat terhadap
pemimpinnya sendiri. Kepercayaan yang diberikan rakyat disalahgunakan oleh
pemerintah, padahal pemerintah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Contohnya banyak, dari kasus korupsi, kenaikkan harga yang tidak cepat
ditangani, kekerasan, dan masih banyak lagi. Timbul pertanyaan apakah ada permainan
politik di belakang penghargaan ini.
Salah
satu penyebab krisis kepercayaan ini, terlihat jelas dari ketimpangan
pembangunan antarwilayah di Indonesia, karena sumber daya ekonomi yang tidak
dialokasikan secara merata untuk masing-masing kota. Diakui pertumbuhan ekonomi
di setiap kota berbeda, tentunya porsi pendapatannya pun berbeda. Namun apabila
pemerintah memperhatikan dan mendukung wilayah tersebut dalam modal tentunya
memberikan kepercayaan dan tanggungjawab tersendiri bagi wilayah itu untuk meningkatkan
perekonomian.
Setiap
warga negara memilki hak dan kesempatan yang sama untuk diperlakukan secara
adil baik oleh negara maupun oleh sesama masyarakat. Prinsip keadilan yang
harus diperankan oleh negara terhadap masyarakat meliputi seluruh sektor kehidupan,
mulai dari agama, pendidikan, kesehatan, hukum, politik, hingga ekonomi. Secara
tegas, Allah SWT menerangkan perintah untuk berlaku adil dan dampaknya jika
keadilan tidak ditegakkan, yakni perbuatan keji dan permusuhan akan terjadi di
antara masyarakat (QS. An-Nahl [16]).
Pendidikan
di kota dan di daerah terpencil sangat berbeda jauh. Orang kota banyak
fasilitas mendukung sedangkan daerah terpencil perlu jalan kaki berkilometer
untuk mendapatkan ilmu. Mereka mempertaruhkan nyawa mereka di atas jembatan
yang reok, jika hujan deras mereka terpaksa berbasah-basahan demi ilmu. Dimana
peran pemerintah, dimana yang patut “dihargai” ?. Padahal banyak bibit-bibit
prestasi yang mampu mengharumkan nama negara di mata dunia yang butuh perhatian
penuh oleh pemerintah seperti yang dilakukan Prof. Yohanes Surya PhD yang mampu
mengantarkan anak-anak “bodoh dari papua” menjadi anak-anak peraih medali emas
terbanyak.
Banyak
anak-anak pintar dan berprestasi yang telah mengharumkan nama bangsa di kancah
dunia di abaikan. Ketika di ambil negara lain dan sukses, memohon-mohon agar
mereka kembali, ketika kembali mereka malah tidak memberikan fasilitas yang
baik. Masalah inipun terjadi juga di sektor kehidupan lainnya. Pemerintah tidak
memanfaat apa-apa yang sudah ada di Indonesia, mereka malah menyibukkan diri
dengan kepentingan diri masing-masing.
Peran dan
fungsi pemerintah harus ditegakkan, terutama dalam fungsi alokasi yang tepat
sasaran, fungsi distribusi yang adil dan merata, dan menjaga fungsi stabilisasi
dengan baik dan benar. Jiwa kerakyatannya harus di tingkatkan, dengan terjun
langsung di kehidupan masyarakat pedesaan.
Semoga
dengan adanya penghargaan ini pemerintah termotivasi untuk menjalankan tugasnya
lebih baik. Kepercayaan antar pemerintah dan rakyat semakin erat demi
terciptanya kesejahteraan. Wallahu’alam..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar